Perjalanan Kuliah Lapangan Meteorologi ITB Edisi II: 3- 10 Agustus 2024 di Tanjung Lesung, Banten

Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Minggu, 25 Agustus 2024

Kegiatan Kuliah Lapangan Mahasiswa Meteorologi ITB di Tanjung Lesung, Banten

BANDUNG, meteo.itb.ac.id — Mahasiswa Meteorologi ITB baru saja menyelesaikan pengalaman tak terlupakan dalam mata kuliah Kuliah Lapangan (ME3098) yang berlangsung selama satu pekan, mulai 3 hingga 10 Agustus 2024 bertempat di Tanjung Lesung, Banten. Fokus utama kuliah lapangan ini adalah pemasangan Automatic Weather Station (AWS) dan observasi cuaca langsung di lapangan. Tujuan dilakukan kegiatan kuliah lapangan ini adalah untuk mengidentifikasi sea breeze di wilayah pantai Tanjung Lesung.

Mahasiswa dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing bertanggung jawab atas pemasangan dan observasi di lokasi yang telah ditentukan. Setibanya di Banten, mereka langsung memulai pemasangan AWS di 4 (empat) lokasi. Site 1 berada di Pos Pengamatan TNI Angkatan Laut (AL) dekat pasar ikan, AWS dipasang pada bangunan besar yang ada di lokasi. Di Site 2, AWS dipasang di Pulau Umang setelah menyeberang dari daratan utama. Sementara itu, Site 3 dan Site 4 terletak di lapangan terbuka di Cimanggu dan Kertamukti, dengan masing-masing AWS dipasang setinggi 10 meter. Namun, di Site 4 AWS yang digunakan adalah Vantage Vue Pro.

Hari Pertama hingga Keempat: Rutinitas Observasi dan Aktivitas Harian

Setiap pagi, mahasiswa memulai hari dengan senam di halaman penginapan, diikuti dengan sarapan gorengan dan minuman panas yang disediakan oleh penjaga villa. Setelah itu, mereka memulai observasi cuaca di lapangan yang terbagi dalam dua sesi, sesi pagi dari pukul 08:00 hingga 11:00 dan sesi siang dari pukul 13:00 hingga 16:00. Di malam harinya, hasil observasi dipresentasikan oleh setiap kelompok kepada para dosen dan asisten yang ikut dalam kegiatan kuliah lapangan.

Antusiasme siswa-siswi SDN 1 Cimanggu pada saat kegiatan pengabdian masyarakat

Hari Kelima dan Keenam: Pengabdian Masyarakat

Memasuki hari kelima, kegiatan meluas ke pengabdian masyarakat di SD setempat, di mana mahasiswa memberikan edukasi tentang meteorologi, khususnya awan dan atmosfer, serta mengadakan eksperimen cerdas cermat dengan hadiah menarik. Keesokan harinya, kegiatan pengabdian berlanjut di SMAN 16 Pandeglang, di mana mahasiswa berbagi informasi tentang ITB, termasuk beasiswa dan jalur masuk, bersama Ketua Program Studi Meteorologi, Dr. Muhammad Rais Abdillah, S.Si., M.Sc. Para siswa juga berkesempatan mencoba alat meteorologi di booth yang telah disediakan, seperti teropong awan dan AWS.

Salah satu pelajar SMAN 16 Pandeglang mencoba teropong awan

Hari Ketujuh: Evaluasi dan Refleksi

Pada hari terakhir, kegiatan ditutup dengan sesi evaluasi dan refleksi. Mahasiswa saling berbagi pengalaman dan menilai pelaksanaan kegiatan selama seminggu. Mereka mengungkapkan betapa serunya pengalaman ini. Selain observasi dan melakukan pengabdian masyarakat, mahasiswa juga menikmati waktu bersantai di pantai dan kegiatan hiburan seperti permainan tebak kata, kuis Kahoot, dan karaoke di malam terakhir. “Selain belajar observasi cuaca, kami juga menikmati kebersamaan dengan teman-teman, mulai dari senam pagi hingga bersantai di pantai setelah seharian di lapangan.” tambah Serra. Selain itu ia juga berpesan kepada mahasiswa angkatan selanjutnya bahwa kuliah lapangan adalah kesempatan untuk belajar sambil bersenang-senang. Jadi, tetap bertanggung jawab terhadap tugas, sambil menikmati setiap momen yang ada.

Dr. Plato Martuani Siregar, S.Si., M.Si., salah satu dosen pengampu, menekankan pentingnya survei dan evaluasi sebelum pemasangan alat di kuliah lapangan berikutnya. “Pastikan untuk melakukan survei mendalam dan menerapkan pengetahuan tentang instrumentasi meteorologi sebelum memutuskan penempatan alat. Penempatan alat yang cermat akan menghasilkan observasi yang maksimal,” ujar Dr. Plato. Para dosen juga mengingatkan agar mahasiswa menjaga alat dengan baik, terutama setelah insiden layangan tersangkut yang mengganggu pemasangan AWS.

Selain itu, hasil pengamatan mengenai fenomena sea breeze masih dalam tahap pengolahan data, sehingga belum dapat disimpulkan. Para mahasiswa dan di bawah bimbingan dosen akan terus menganalisis data ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas terkait sea breeze di Tanjung Lesung, Banten.

Dengan berakhirnya kegiatan ini, mahasiswa pulang dengan pengetahuan baru tentang meteorologi dan kenangan tak terlupakan dari pengalaman lapangan yang penuh warna.

Jelajahi Pengalaman Baru, Mahasiswa Meteorologi ITB Jalani Study Exchange di National University of Singapore

Oleh : Mely Anggrini
Sabtu, 24 Agustus 2024

Rubens Phenola Setiawan menjalani kegiatan study exchange di National University of Singapore

BANDUNG, meteo.itb.ac.id – Mahasiswa Program Studi Meteorologi ITB angkatan 2021, Rubens Phenola Setiawan, menjalani kegiatan study exchange di National University of Singapore (NUS), Singapura. Kesempatan tersebut Rubens dapatkan melalui program beasiswa Discover NUS 2024, yang merupakan program langsung dari National University of Singapore untuk menjalani studi selama satu semester dan kemudian berkesempatan untuk menjalani ASEAN Master Scholarship sebagai program lanjutan dari universitas tersebut.

Rubens menjalani kegiatan perkuliahan di NUS pada Department of Geography, Faculty of Arts and Social Sciences, terhitung sejak Januari hingga Mei 2024. Ia mengakui bahwa kegiatan exchange ini sangat menyenangkan baginya.

Rubens melakukan pengukuran slope untuk menghasilkan model lereng pada Tugas Besar yang ia jalani

Pada mata kuliah geomorfologi, Rubens bercerita bahwa ia menjalani 3 (tiga) kali praktikum lapangan. Praktikum ia jalani bersama profesor yang mengajaknya berkeliling kampus untuk memetakan kondisi dan stabilis lereng di sekitar kampus. Selanjutnya terdapat survei individual yang mengharuskan Rubens untuk mencari empat hingga lima lereng di seluruh Singapura, kemudian melakukan pengukuran serta identifikasi terhadap sifat lereng yang ada. Pengamatan yang ia jalani dituangkan dalam bentuk laporan analisis, dengan data iklim yang relatif sama, serta porositas dan batuan induk yang berbeda.

Rubens turut menjelaskan bahwa setiap ia mengalami kesulitan akan materi yang ia pelajari, terdapat professor yang selalu siap sedia dihubungi melalui email dan menjawab pertanyaannya sesegera mungkin. “Pernah Beliau sedang ada konferensi di Austria, tetapi aku gak tau itu dan langsung email saja, karena kebetulan sedang ujian dan mau belajar. Tetapi Beliau tetap jawab. Benar-benar memiliki dedikasi yang tinggi dalam mata kuliah yang Beliau pegang,” ujar Rubens.

Bukan hanya itu, Rubens menceritakan bahwa salah satu alasan ia menjalani perkuliahan dengan menyenangkan di NUS, karena terdapat materi yang lengkap dan akses buku serta jurnal yang sangat banyak dan mudah. “Perpustakaannya enak dan dingin, terdapat satu hingga dua ruangan yang buka 24 jam, jadi mau ke sana jam berapapun gak masalah,” lanjut Rubens.

Ia berpesan kepada teman-teman maupun adik tingkatnya yang ingin mengikuti kegiatan study exchange, untuk mempertahankan nilai yang baik dan meningkatkan kemampuan bahasa asing. Kemampuan mempelajari dan memahami keilmuan masing-masing dalam bahasa asing, terlebih bahasa Inggris, diperlukan untuk mempermudah kegiatan perkuliahan dan pembelajaran.

Tidak hanya itu, Rubens menyarankan untuk mengambil universitas dan program studi yang cocok, linier, dan satu rumpun dengan program studi saat ini. Hal tersebut dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan ilmu dan pengetahuan yang mahasiswa miliki.

“Kalau bisa ranking universitas yang dipilih lebih bagus dari yang sekarang, agar ada improvement, jadi secara fasilitas dan mutu lebih bagus,” ungkap Rubens.

Webinar Obrolan Santai oleh Dr. Joko Wiratmo : Menebak Kelakuan La Nina 2024

Oleh : Mely Anggrini
Senin, 17 Juni 2024

BANDUNG, meteo.itb.ac.id – Dosen Program Studi Meteorologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) sekaligus pemerhati sistem iklim, Dr. Joko Wiratmo M.P., gelar Webinar Obrolan Santai “Prakiraan Kelakuan La Nina 2024” yang berlangsung secara daring melalui platform Zoom Meeting, Senin (10/6/2024).

Webinar ini dihadiri oleh berbagai kalangan yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia, mulai dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, hingga berbagai provinsi lainnya.

Dr. Joko Wiratmo sebagai penyelenggara webinar ini, berharap agar informasi mengenai cuaca dan iklim yang ada di wilayah Indonesia dapat tersampaikan dengan lebih baik, dalam artian tidak terdapat kesimpangsiuran informasi dan berita hoax yang muncul di tengah masyarakat Indonesia.

Dalam sambutannya, Dr. Joko Wiratmo berharap bahwa kegiatan ini dapat menginspirasi dosen-dosen lainnya, agar dapat menyebarkan kemampuan yang dimiliki bagi masyarakat luas secara cuma-cuma, sehingga masyarakat mendapatkan pencerahan, peningkatan kemampuan, pemahaman, hingga keterampilan yang mumpuni.

Bukan hanya itu, Dr. Joko menghadirkan pemerhati masalah lingkungan dan atmosfer dari BRIN Indonesia, Prof. Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc, untuk turut membahas tuntas masalah fenomena iklim La Nina yang sedang beredar saat ini.

“Kegiatan ini mungkin tidak dapat dilakukan secara teratur, tergantung apakah ada fenomena di masyarakat yang harus diluruskan atau tidak. Meskipun kami tidak bisa menjelaskan secara spesifik untuk setiap daerah di Indonesia, tetapi kami bisa menjelaskan secara umum,” ujar Dr. Joko.

Diantara banyaknya masalah iklim yang sering terjadi, hal yang menjadi topik hangat bagi dunia saat ini adalah variabilitas iklim El Nino dan La Nina. Beberapa tahun belakangan, diperkenalkan El Nino Modoki, dimana Modoki berasal dari bahasa Jepang yang memiliki arti “serupa tetapi tidak sama”. Dalam memahami El Nino dan La Nina, perhatian harus tertuju pada kajian di Samudera Pasifik, khususnya di wilayah sekitar khatulistiwa.

Apakah La Nina pada tahun 2024 benar akan terjadi atau tidak?

Beberapa waktu yang lalu banyak media massa yang memberitakan bahwa akan terjadi fenomena La Nina meskipun barangkali tanpa melihat prediksi dari berbagai lembaga kelas dunia lainnya. Terlebih  Kepala BMKG (Prof. Dwikorita Karnawati) juga telah menyampaikan informasi terkait kemungkinan La Nina kepada khalayak ramai.  Pada perkembangan awal bulan Juni ini, BMKG menyampaikan kemungkinan kekeringan yang akan terjadi di wilayah Indonesia dan menyatakan bahwa kondisi samudra Pasifik saat ini adalah dalam keadaan netral.

Grafik prediksi kondisi iklim La Nina dan El Nino oleh Australia pada tahun 2024 berdasarkan parameter suhu permukaan laut (Bagian Biru = La Nina ; Bagian Putih = Netral ; Bagian Merah = EL Nino)

Pada intinya, ketika suhu permukaan laut berada pada rentang penyimpangan kurang dari -0.5 °C menunjukkan terjadinya fenomena La Nina dan pada rentang lebih dari 0.5 °C menunjukkan terjadinya fenomena El Nino. Akan tetapi, ramalan dari berbagai institusi di dunia, menyatakan bahwa suhu permukaan laut saat ini berada pada rentang  -0.5 °C sampai 0.5 °C yang memiliki arti kondisi netral.

Melalui prediksi yang telah dilakukan oleh Australia dan institusi lainnya, mulai Bulan Juni 2024 telah dilakukan prediksi secara rata-rata global dan didapatkan hasil bahwa iklim berada pada kondisi netral pada cakupan wilayah Samudera Pasifik.

Grafik prediksi kondisi iklim La Nina dan El Nino oleh tujuh lembaga riset dunia pada tahun 2024 berdasarkan parameter suhu permukaan laut (Bagian Biru = La Nina ; Bagian Putih = Netral ; Bagian Merah = EL Nino)

Tujuh lembaga riset dunia dari Australia, Kanada, Eropa, Perancis, Inggris, Amerika Serikat , dan Jepang yang turut melakukan penelitian tentang ENSO, memberikan hasil bahwa pada Bulan Juni hingga Juli 2024, suhu permukaan laut berada pada kondisi normal. Tetapi pada Bulan Agustus hingga Oktober 2024, satu hingga dua lembaga menunjukkan hasil riset kondisi iklim yang cenderung sedikit mengarah pada terjadinya fenomena iklim La Nina. Hal ini tidak dapat dijadikan pertimbangan pasti bahwa La Nina akan terjadi, karena rataan dari lembaga lainnya tetap menunjukkan kondisi iklim normal.

Bagaimana pandangan badan riset (resmi) dunia terhadap evolusi La Nina, baik masa lalu, masa kini, maupun masa mendatang (tahun 2026)?

Secara umum, tahun-tahun ganjil merupakan era bagi El Nino, sedangkan tahun-tahun genap merupakan era bagi La Nina. Memang tahun genap merupakan era baru bagi La Nina, akan tetapi untuk setiap tahunnya, karakteristik dari La Nina tidaklah sama.

Data Time Series Historis Nino 3.4 Sea Surface Temperature Anomaly (Garis merah = Fase positif ; Garis biru = Fase negatif)

Berdasarkan data time series, garis merah yang melebihi ambang batas penyimpangan suhu permukaan laut pada 0.5 °C, menunjukkan terjadinya fenomena El Nino, sedangkan garis biru yang lebih rendah dari penyimpangan suhu permukaan laut pada -0.5 °C menunjukkan terjadinya fenomena La Nina. Dapat diamati pada penghujung grafik time series, dimana Januari 2024 akan menghampiri fase tendensi iklim normal sepanjang tahunnya.

“Memandang kondisi cuaca dan musim di  Indonesia, jangan hanya terfokus pada La Nina saja. Harus ingat bahwa Indian Ocean Dipole (IOD) dapat meredam itu. Seberapapun besarnya  kekuatan La Nina, kalau oleh IOD diredam, maka tidak akan memberikan impact yang besar,” tutur Prof. Eddy.

Dr. Joko menambahkan bahwa berdasarkan prediksi yang disampaikan dari model dunia internasional, peluang untuk terjadinya La Nina tetap ada pada bulan-bulan tertentu tergantung wilayah dan sumber lembaga riset yang ada.

“Terkait beberapa daerah di Indonesia seperti Jakarta hingga Banten, kalaupun ada kondisi kering di bulan Juni, Juli, Agustus (JJA), kondisi kering tidak akan parah dan peluang terjadinya hujan tidak akan berkurang atau bertambah signifikan. Untuk mengetahui lebih detail saudara bisa melihat dari prediksi yang dilakukan oleh BMKG karena mereka menggunakan data observasi yang lebih rinci dan merekalah yang mempunyai hak resmi untuk menyatakan kondisi wilayah Indonesia. Apa yang kami sampaikan merupakan gambaran umum serta analisis cuaca dan musim yang kemungkinan akan terjadi dari perspektif regional global,” ujar Dr. Joko.