ISEST 2024: Meningkatkan Pengetahuan Melalui Sains Kebumian dan Teknologi

Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Senin, 30 September 2024

BANDUNG, meteo.itb.ac.id — ISEST, atau International Seminar on Earth Sciences and Technology, merupakan ajang seminar internasional yang mengangkat berbagai penelitian terkini di bidang sains kebumian. Acara ini menjadi sarana penting bagi para peneliti, akademisi, dan mahasiswa untuk berbagi pengetahuan serta hasil penelitian mereka. Pada tahun 2024, ISEST digelar pada tanggal 17-18 September dan melibatkan berbagai pembicara terkemuka serta peserta dari kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dan para peneliti.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, ISEST menjadi platform bagi para peneliti untuk memaparkan penelitian mereka melalui sesi presentasi yang selektif. Acara ini menyoroti berbagai topik yang mencakup sains kebumian dan teknologi, dengan fokus utama pada inovasi dan kolaborasi multidisipliner. Pada hari pertama, rangkaian acara dimulai dengan presentasi paper dari para peserta, yang kemudian dinilai oleh tim ahli.

ISEST 2024 menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka dari berbagai lembaga internasional, di antaranya :
1. Dr. Alvin C. G. Varquez (Tokyo Institute of Technology, Jepang)
2. Prof. David Tappin (British Geological Survey, Inggris)
3. Prof. Walter Timo de Vries (Technical University of Munich, Jerman)
4. H.E. Mrs. Beata Stocyzńska (The Embassy of Poland, Polandia)
5. Dr. Hansan Park (Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center/MTCRC, Korea)
6. Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., MSP. (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia)

Presentasi oleh Prof. Walter Timo de Vries pada hari kedua ISEST 2024 (ITB/Dokumentasi Panitia)

Pada kesempatan kali ini, kami mewawancara salah satu panitia ISEST 2024 yang juga mahasiswa meteorologi, yaitu Nafal Shaquille Muhammad (ME’21). Ia berbagi pengalamannya ketika bekerja di belakang layar. Menurutnya, menjadi bagian dari tim panitia adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus penuh tantangan. “Kami belajar banyak hal baru, terutama bagaimana berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan lebih baik, meningkatkan koordinasi lapangan, dan memberikan pelayanan terbaik bagi para tamu,” ujar Nafal, menggambarkan betapa berartinya pengalaman ini baginya.

Kidung Kinanti, turut andil sebagai peserta ISEST 2024 di bidang Atmospheric Science (ITB/Dokumentasi Pribadi)

Tak hanya Nafal, salah satu peserta dari Program Studi Meteorologi, Kidung Kinanti (ME’20), turut membagikan pengalamannya dengan mempresentasikan penelitian tugas akhirnya yang berjudul “Influences of Geomorphological and Surface Aerodynamic Factors on the Relationship Between Maximum and Average Wind Speed in Indonesia” di bidang Atmospheric Science. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keberadaan pengaruh dari faktor geomorfologi dan surface aerodynamics terhadap pola hubungan kecepatan angin maksimum dan rata-rata pada 56 stasiun AWS yang dipasang di Indonesia dengan menganalisis distribusi faktor geomorfologi dan surface aerodynamics tersebut. “Acara ini sangat seru dan membuka wawasan baru mengenai penelitian di lingkup sains kebumian. Saya berharap dapat terus mendalami berbagai topik menarik yang dibahas selama seminar.” ujar Kidung.

Dengan berbagai pengalaman tersebut, ISEST 2024 berhasil memberikan nilai tambah yang berharga bagi para peserta, baik dari segi pengetahuan maupun kesempatan untuk networking. Melalui berbagai inovasi yang diperkenalkan, diharapkan ISEST akan terus menjadi platform yang efektif untuk mendukung perkembangan sains kebumian di masa depan.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, kunjungi situs resmi ISEST di isest.fitb.itb.ac.id.

Menguak Dampak Boreal Summer Intraseasonal Oscillation (BSISO) di Indonesia: Perjalanan Ridha Fatony Iswahyudi dalam Menyelesaikan Tugas Akhir di Meteorologi ITB

Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Selasa, 3 September 2024

Potret Ridha Fatony Iswahyudi yang sudah menyelesaikan tugas akhirnya

BANDUNG, meteo.itb.ac.id — Menghadapi tugas akhir adalah salah satu tantangan terbesar bagi mahasiswa tingkat akhir. Tidak hanya membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang topik penelitian, tetapi juga ketekunan dan manajemen waktu yang baik. Bagi Ridha Fatony Iswahyudi, mahasiswa Meteorologi ITB, perjalanan menyelesaikan tugas akhir tentang “Dampak Boreal Summer Intraseasonal Oscillation Kuat terhadap Pola Diurnal Curah Hujan di Indonesia” dengan dosen pembimbing Dr. Nurjanna Joko Trilaksono, S.Si., M.Si. menjadi pengalaman yang penuh pembelajaran dan tantangan.

Awal mula Ridha mengetahui terkait fenomena Boreal Summer Intraseasonal Oscillation atau yang biasa disingkat BSISO adalah sewaktu kerja praktik (KP) di BRIN. Dr. Emma Yulihastin, selaku pembimbing, memberikan topik kerja praktik yang membahas dampak dari fenomena BSISO kuat di Indonesia. “Setelah kerja praktik, saya menemukan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat dampak dari BSISO terhadap kondisi meteorologi di Indonesia terutama di Indonesia bagian barat. Namun, masih sedikit peneliti yang meneliti terkait hal tersebut, sehingga saya terpacu untuk turut berkontribusi mengungkapkan fakta terkait dampak fenomena BSISO di Indonesia.” ujar Ridha. Tujuan penelitian dari tugas akhir yang Ridha kerjakan adalah untuk mengetahui dampak dari BSISO kuat terhadap pola diurnal curah hujan di Indonesia.

Pada tugas akhir yang Ridha kerjakan, ia membandingkan pola curah hujan harian saat terjadi BSISO dengan pola hujan pagi dan sore di Indonesia. Hasilnya, pada fase BSISO1 (fase 1-4) dan BSISO2 (fase 1-3), curah hujan harian meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di pesisir barat Sumatra dan Kalimantan. Hal ini terkait dengan posisi BSISO di Samudra Hindia pada fase-fase tersebut. Namun, komponen hujan pagi dan sore menunjukkan pola spasial yang berbeda dengan klimatologi komponen diurnal MJJAS tahun 2011-2022. Peningkatan curah hujan pagi lebih banyak terjadi di daratan, terutama di pesisir barat Sumatra dan Kalimantan, sementara hujan sore lebih banyak terjadi di lautan. “Untuk penjelasan hasil yang lebih lengkap, bisa melihat tugas akhir saya yang dapat diakses di Digilib ITB,” tambah Ridha.

Penelitian Ridha menunjukkan anomali curah hujan harian, hujan pagi, dan hujan sore untuk BSISO1 fase 1-4 dan BSISO2 fase 1-3, dengan warna biru mewakili curah hujan lebih besar dari klimatologi dan merah lebih kecil dari klimatologi

Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa fenomena BSISO ini memberikan dampak variasi komponen diurnal curah hujan di Indonesia secara spasial. Komponen hujan pagi hari memiliki peningkatan curah hujan di daratan dan penurunan curah hujan di lautan. Sementara itu, hujan sore hari memiliki peningkatan curah hujan di pesisir dan lautan serta penurunan curah hujan di daratan Indonesia. Namun, mekanisme detail tentang bagaimana BSISO mengubah pola diurnal curah hujan perlu diteliti lebih lanjut.

Selama mengerjakan tugas akhir, Ridha berbagi pengalaman terkait kesulitan yang ia alami yaitu ketika menerapkan metode yang belum familiar yang Bernama bandpass filter. Selain itu, memahami fenomena BSISO itu sendiri juga cukup sulit bagi Ridha, karena harus tahu terlebih dahulu perbedaan BSISO dengan MJO Boreal Winter dan pengaruh fenomena meteorologi lain di luar rentang BSISO untuk mendapatkan hasil dari rentang frekuensi fenomena BSISO saja. Cara Ridha melewati kesulitan tersebut adalah dengan berdiskusi dengan pembimbing dan dosen lainnya. Dibalik itu, dukungan yang besar dan semangat dari orang tua membantu Ridha untuk terus berjuang menyelesaikan tugas akhir ini. Tak lupa juga dukungan secara mental dari teman-teman karena ia mengalami kesulitan saat mencari teman diskusi dalam memahami fenomena BSISO.

Dengan keberhasilan menyelesaikan tugas akhirnya, Ridha berharap penelitiannya dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan peneliti lain yang ingin mendalami dampak fenomena BSISO terhadap kondisi meteorologi di Indonesia. Ridha juga berpesan kepada mahasiswa lain yang sedang menjalani proses tugas akhir untuk tetap semangat dan mencari dukungan dari lingkungan sekitar, baik itu dari dosen pembimbing, teman, maupun keluarga. “Tantangan memang ada, tetapi dengan usaha dan dukungan yang tepat, semuanya bisa dilewati,” pungkasnya.

Pertemuan Awal dan Sosialisasi Kurikulum Baru Program Studi Meteorologi Tahun 2024

Oleh : Mely Anggrini (Meteorologi, 2022)
Selasa, 03 September 2024

Temu Awal Program Studi Meteorologi ITB dengan Mahasiswa/i Angkatan 2024 pada Selasa, 27/8/2024

BANDUNG, meteo.itb.ac.id – Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) gelar temu awal prodi dengan seluruh mahasiswa aktif pada 27-28 Agustus 2024 bertempat di Ruang Seminar Prodi, Labtek XI, ITB Kampus Ganesha.

Kegiatan temu awal pada hari pertama dengan mahasiswa baru meteorologi angkatan 2023 yang dibawakan oleh Ketua Program Studi Meteorologi ITB, Dr. Muhammad Rais Abdillah, S.Si., M.Sc., diawali dengan penyambutan serta penyampaian sarana dan prasarana yang disediakan oleh Program Studi meteorologi ITB. Bukan hanya itu, Dr. Rais turut mengenalkan dosen-dosen dengan berbagai bidang keilmuan yang berada di program studi ini.

Dr. Rais menjelaskan secara detail terkait perombakan Kurikulum 2019 menjadi Kurikulum 2024 yang mulai diterapkan pada semester ganjil tahun 2024. Pada perubahannya disampaikan bahwa terdapat 4 (empat) skema pembelajaran pilihan yang dapat diambil oleh mahasiswa meteorologi mulai dari tahun ajaran baru 2024.

Skema Pembelajaran Baru Kurikulum 2024

Skema tersebut diantaranya adalah skema umum, skema spesialisasi, skema integrasi antar program sejenjang, dan skema MBKM. Skema umum merupakan skema baku yang bisa ditempuh mahasiswa untuk menyelesaikan program sarjana, di mana mahasiswa menggunakan porsi mata kuliah pilihan bebas (MKPB) secara mandiri, namun tetap dalam aturan yang ditetapkan oleh program studi meteorologi dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Skema spesialisasi adalah skema khusus untuk menyelesaikan program sarjana, di mana mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan pendalaman keilmuan di bidang tertentu dengan cara mengambil paket-paket spesialisasi yang disediakan oleh program studi sebagai bagian dari mata kuliah pilihan bebas. Paket spesialisasi dibentuk dalam delapan bagian, diantaranya adalah Sains Atmosfer, Energi Terbarukan, Kebencanaan Hidrometeorologi dan Lingkungan, Perubahan Iklim, Teknologi dan Instrumentasi Meteorologi, Operasional Meteorologi, Sains Data Meteorologi, serta Prediksi Cuaca dan Iklim.

Skema selanjutnya adalah skema integrasi antar program sejenjang yang terbagi menjadi dua program yaitu skema mayor-minor dan skema double major. Program mayor-minor adalah skema antar program khusus untuk program studi sarjana, di mana mahasiswa program studi pertama (mayor) menggunakan sebagian porsi kuliah bebasnya untuk mengambil paket minor yang ditawarkan oleh program studi lain. Program selanjutnya adalah skema double major yang merupakan skema yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa suatu program studi untuk memposisikan program studinya sebagai mayor pertama dan kemudian mengambil paket mayor kedua dari program studi lain.

Skema terakhir adalah Skema Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang merupakan skema khusus dan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memenuhi porsi kuliah bebasnya (MKPB) dengan mengambil berbagai bentuk kegiatan di luar program studi maupun luar kampus, yang dapat berupa kegiatan yang diinisiasi dari pihak eksternal seperti dari dunia usaha dan dunia industri, lembaga penelitian, lembaga pemerintah, universitas lain di dalam atau luar negeri, dan lainnya.

Selain skema terbaru dalam menjalani program sarjana, terdapat pembaharuan dalam menjalani Tugas Akhir (TA) bagi mahasiswa tingkat akhir program studi meteorologi ITB. Dalam pelaksanaannya tugas akhir dapat berupa riset, proyek, dan purwarupa, Dimana terdapat pembagian dua kelas yang dapat dijalani oleh mahasiswa, yaitu kelas pertama dengan mengikuti proses pembelajaran di kampus berupa studi literatur bahan kajian tugas akhir dan kelas kedua di mana peserta melaksanakan kerja praktik di suatu instansi maupun perusahaan.

Kurikulum baru Program Studi Meteorologi 2024 ini diharapkan bisa memberikan panduan yang lebih baik dalam menjalankan Program Studi Meteorologi demi menghasilkan lulusan yang terbaik di bidang Meteorologi, baik di Indonesia maupun di kancah global.