Program Studi Meteorologi ITB Bekerjasama dengan Tokyo Institute of Technology, Gelar Special Lecture dan Eksperimen Kenyamanan Termal

Oleh : Mely Anggrini
Sabtu, 26 Oktober 2024

Foto bersama pada kegiatan Investigation of Dynamic Thermal Comfort in Indonesia

BANDUNG, meteo.itb.ac.id – Program studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), gelar penelitian terkait kenyamanan termal dinamis di Indonesia yang berkolaborasi dengan Laboratorium Varquez, Department of Transdisciplinary Science and Engineering, Tokyo Institute of Technology, pada 19-20 September 2024.

Kegiatan ini terdiri dari beberapa rangkaian acara, mulai dari diskusi penelitian, eksperimen, hingga special lecture. Bekerjasama dengan Laboratorium Analisis dan Laboratorium Terapan Meteorologi ITB, aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan indeks kenyamanan termal dengan memperhitungkan lingkungan dinamis dari perspektif pergerakan manusia.

Special lecture dengan tema urban climate bersama Dr. Alvin C. G. Varquez

Special lecture dipimpin oleh Dr. Alvin C. G. Varquez dengan tema urban climate dan Dr. Do Ngoc Khanh dengan tema urbanization and thermal comfort. Bukan hanya pemaparan yang menarik pada special lecture, terdapat pula experiment yang diisi oleh Dr. Do Ngoc Khanh, Mr. Ryoga Hiroki, dan Ms. Xiao Jin.

Penelitian berjudul peningkatan kenyamanan termal dinamis ini bertujuan untuk mengetahui kenyamanan termal pada setiap individu. Eksperimen berlangsung dengan menggunaan dua alat, yaitu pengujian alat berupa jaket dengan kipas dan juga sensor pengukur kenyamanan termal yang dipasangkan pada beberapa titik tubuh, diantaranya pada kaki, jari, hingga lengan.

“Sebelum dipasangkan alat, kami ditanya pakaian dan bahan serta apa saja yang kami gunakan. Hal ini untuk mengetahui kenyamanan tiap individu seperti apa sebelum melakukan eksperimen,” ujar Windi, salah satu partisipan.

Eksperimen pencobaan alat berupa jaket dengan kipas pada partisipan

Partisipan akan diajak berdiskusi terkait apa yang dirasakan setelah melalui 2 (dua) posisi, yaitu posisi diam di dalam ruangan dan posisi bergerak di luar ruangan. Eksperimen ini memberikan pengalaman baru bagi para partisipan terkait kenyamanan termal yang dirasakan oleh setiap individu.

“Saya tertarik menjadi partisipan pada eksperimen ini karena terlihat menyenangkan dan penasaran alat yang digunakan seperti apa. Ternyata eksperimennya seru banget,” ucap Serra.

Melalui kegiatan ini, diharapkan para mahasiswa dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan termal dari perspektif kenyamanan manusia untuk mengurangi risiko terkait dengan panas akibat perubahan iklim dan urbanisasi.

Beri Sambutan dalam ISEST Tahun 2024, Dosen Meteorologi Ajak Peserta Seminar Memulai Kolaborasi Penelitian Baru

Oleh : Mely Anggrini
Senin, 30 September 2024

Penyerahan Sertifikat Best Presenter oleh Ketua Penyelenggara ISEST 2024, Dr. Eng. I Dewa Gede Agung Junnaedhi (Dok. Panitia ISEST 2024)

BANDUNG, meteo.itb.ac.id – Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) kembali gelar International Seminar on Earth Sciences and Technology (ISEST) yang ketiga kalinya. ISEST merupakan seminar internasional yang memiliki tujuan sebagai wadah berbagi pengetahuan, bertukar gagasan, dan menumbuhkan benih kolaborasi dalam penelitian ilmu dan teknologi kebumian.

Dosen Program Studi Meteorologi, Dr. Eng. I Dewa Gede Agung Junnaedhi, selaku ketua penyelenggara ISEST ketiga menyampaikan bahwa seminar tahun ini berjalan dengan kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang dilaksanakan secara daring dan hybrid.

ISEST tahun ketiga ini memiliki tema utama “Navigating the Changing World Through Earth Sciences and Technology”. Tema ini menekankan pendekatan adaptif terhadap permasalahan yang berkaitan dengan bumi, mulai dari pemanfaatan sumber daya alam hingga manajemen bencana alam.

“The main theme is divided into 4 (four) topics, which are Solid Earth Sciences, Ocean Sciences, Atmospheric Sciences, and Interdisciplinary Earth Science and Technology,” ujar Dr. Junnaedhi.

Sebagian besar presenter berasal dari Indonesia, tetapi ISEST memiliki presenter lainnya dari berbagai negara, seperti Jepang, Taiwan, Inggris, Korea Selatan, dan Uni Emirat Arab. “The presentation will be divided into 2 plenary session, 2 special session, and 16 parallel sessions,” lanjut Dr. Junnaedhi.

Berlanjut kepada tradisi ISEST pada tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar makalah yang dipresentasikan pada seminar ini akan diserahkan kepada proceeding of IOP Conference Series: Earth and Environmental Sciences. Diharapkan prosiding ini akan memberikan lebih banyak eksposur bagi penelitian yang dipresentasikan dalam ISEST 2024.

Pada akhir sambutannya, Dr. Junnaedhi berharap bahwa ISEST pada tahun ketiga ini dapat menjadi wadah agar para peserta dapat berdiskusi dengan produktif, membangun jaringan penelitian, dan memulai kolaborasi penelitian baru, terutama pada bidang ilmu dan teknologi kebumian.

ISEST 2024: Meningkatkan Pengetahuan Melalui Sains Kebumian dan Teknologi

Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Senin, 30 September 2024

BANDUNG, meteo.itb.ac.id — ISEST, atau International Seminar on Earth Sciences and Technology, merupakan ajang seminar internasional yang mengangkat berbagai penelitian terkini di bidang sains kebumian. Acara ini menjadi sarana penting bagi para peneliti, akademisi, dan mahasiswa untuk berbagi pengetahuan serta hasil penelitian mereka. Pada tahun 2024, ISEST digelar pada tanggal 17-18 September dan melibatkan berbagai pembicara terkemuka serta peserta dari kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) dan para peneliti.

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, ISEST menjadi platform bagi para peneliti untuk memaparkan penelitian mereka melalui sesi presentasi yang selektif. Acara ini menyoroti berbagai topik yang mencakup sains kebumian dan teknologi, dengan fokus utama pada inovasi dan kolaborasi multidisipliner. Pada hari pertama, rangkaian acara dimulai dengan presentasi paper dari para peserta, yang kemudian dinilai oleh tim ahli.

ISEST 2024 menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka dari berbagai lembaga internasional, di antaranya :
1. Dr. Alvin C. G. Varquez (Tokyo Institute of Technology, Jepang)
2. Prof. David Tappin (British Geological Survey, Inggris)
3. Prof. Walter Timo de Vries (Technical University of Munich, Jerman)
4. H.E. Mrs. Beata Stocyzńska (The Embassy of Poland, Polandia)
5. Dr. Hansan Park (Korea-Indonesia Marine Technology Cooperation Research Center/MTCRC, Korea)
6. Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M., MSP. (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia)

Presentasi oleh Prof. Walter Timo de Vries pada hari kedua ISEST 2024 (ITB/Dokumentasi Panitia)

Pada kesempatan kali ini, kami mewawancara salah satu panitia ISEST 2024 yang juga mahasiswa meteorologi, yaitu Nafal Shaquille Muhammad (ME’21). Ia berbagi pengalamannya ketika bekerja di belakang layar. Menurutnya, menjadi bagian dari tim panitia adalah pengalaman yang menyenangkan sekaligus penuh tantangan. “Kami belajar banyak hal baru, terutama bagaimana berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan lebih baik, meningkatkan koordinasi lapangan, dan memberikan pelayanan terbaik bagi para tamu,” ujar Nafal, menggambarkan betapa berartinya pengalaman ini baginya.

Kidung Kinanti, turut andil sebagai peserta ISEST 2024 di bidang Atmospheric Science (ITB/Dokumentasi Pribadi)

Tak hanya Nafal, salah satu peserta dari Program Studi Meteorologi, Kidung Kinanti (ME’20), turut membagikan pengalamannya dengan mempresentasikan penelitian tugas akhirnya yang berjudul “Influences of Geomorphological and Surface Aerodynamic Factors on the Relationship Between Maximum and Average Wind Speed in Indonesia” di bidang Atmospheric Science. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keberadaan pengaruh dari faktor geomorfologi dan surface aerodynamics terhadap pola hubungan kecepatan angin maksimum dan rata-rata pada 56 stasiun AWS yang dipasang di Indonesia dengan menganalisis distribusi faktor geomorfologi dan surface aerodynamics tersebut. “Acara ini sangat seru dan membuka wawasan baru mengenai penelitian di lingkup sains kebumian. Saya berharap dapat terus mendalami berbagai topik menarik yang dibahas selama seminar.” ujar Kidung.

Dengan berbagai pengalaman tersebut, ISEST 2024 berhasil memberikan nilai tambah yang berharga bagi para peserta, baik dari segi pengetahuan maupun kesempatan untuk networking. Melalui berbagai inovasi yang diperkenalkan, diharapkan ISEST akan terus menjadi platform yang efektif untuk mendukung perkembangan sains kebumian di masa depan.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, kunjungi situs resmi ISEST di isest.fitb.itb.ac.id.

Menguak Dampak Boreal Summer Intraseasonal Oscillation (BSISO) di Indonesia: Perjalanan Ridha Fatony Iswahyudi dalam Menyelesaikan Tugas Akhir di Meteorologi ITB

Oleh : Lutfiah Nur Rohmah Salaamah
Selasa, 3 September 2024

Potret Ridha Fatony Iswahyudi yang sudah menyelesaikan tugas akhirnya

BANDUNG, meteo.itb.ac.id — Menghadapi tugas akhir adalah salah satu tantangan terbesar bagi mahasiswa tingkat akhir. Tidak hanya membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang topik penelitian, tetapi juga ketekunan dan manajemen waktu yang baik. Bagi Ridha Fatony Iswahyudi, mahasiswa Meteorologi ITB, perjalanan menyelesaikan tugas akhir tentang “Dampak Boreal Summer Intraseasonal Oscillation Kuat terhadap Pola Diurnal Curah Hujan di Indonesia” dengan dosen pembimbing Dr. Nurjanna Joko Trilaksono, S.Si., M.Si. menjadi pengalaman yang penuh pembelajaran dan tantangan.

Awal mula Ridha mengetahui terkait fenomena Boreal Summer Intraseasonal Oscillation atau yang biasa disingkat BSISO adalah sewaktu kerja praktik (KP) di BRIN. Dr. Emma Yulihastin, selaku pembimbing, memberikan topik kerja praktik yang membahas dampak dari fenomena BSISO kuat di Indonesia. “Setelah kerja praktik, saya menemukan bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat dampak dari BSISO terhadap kondisi meteorologi di Indonesia terutama di Indonesia bagian barat. Namun, masih sedikit peneliti yang meneliti terkait hal tersebut, sehingga saya terpacu untuk turut berkontribusi mengungkapkan fakta terkait dampak fenomena BSISO di Indonesia.” ujar Ridha. Tujuan penelitian dari tugas akhir yang Ridha kerjakan adalah untuk mengetahui dampak dari BSISO kuat terhadap pola diurnal curah hujan di Indonesia.

Pada tugas akhir yang Ridha kerjakan, ia membandingkan pola curah hujan harian saat terjadi BSISO dengan pola hujan pagi dan sore di Indonesia. Hasilnya, pada fase BSISO1 (fase 1-4) dan BSISO2 (fase 1-3), curah hujan harian meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama di pesisir barat Sumatra dan Kalimantan. Hal ini terkait dengan posisi BSISO di Samudra Hindia pada fase-fase tersebut. Namun, komponen hujan pagi dan sore menunjukkan pola spasial yang berbeda dengan klimatologi komponen diurnal MJJAS tahun 2011-2022. Peningkatan curah hujan pagi lebih banyak terjadi di daratan, terutama di pesisir barat Sumatra dan Kalimantan, sementara hujan sore lebih banyak terjadi di lautan. “Untuk penjelasan hasil yang lebih lengkap, bisa melihat tugas akhir saya yang dapat diakses di Digilib ITB,” tambah Ridha.

Penelitian Ridha menunjukkan anomali curah hujan harian, hujan pagi, dan hujan sore untuk BSISO1 fase 1-4 dan BSISO2 fase 1-3, dengan warna biru mewakili curah hujan lebih besar dari klimatologi dan merah lebih kecil dari klimatologi

Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa fenomena BSISO ini memberikan dampak variasi komponen diurnal curah hujan di Indonesia secara spasial. Komponen hujan pagi hari memiliki peningkatan curah hujan di daratan dan penurunan curah hujan di lautan. Sementara itu, hujan sore hari memiliki peningkatan curah hujan di pesisir dan lautan serta penurunan curah hujan di daratan Indonesia. Namun, mekanisme detail tentang bagaimana BSISO mengubah pola diurnal curah hujan perlu diteliti lebih lanjut.

Selama mengerjakan tugas akhir, Ridha berbagi pengalaman terkait kesulitan yang ia alami yaitu ketika menerapkan metode yang belum familiar yang Bernama bandpass filter. Selain itu, memahami fenomena BSISO itu sendiri juga cukup sulit bagi Ridha, karena harus tahu terlebih dahulu perbedaan BSISO dengan MJO Boreal Winter dan pengaruh fenomena meteorologi lain di luar rentang BSISO untuk mendapatkan hasil dari rentang frekuensi fenomena BSISO saja. Cara Ridha melewati kesulitan tersebut adalah dengan berdiskusi dengan pembimbing dan dosen lainnya. Dibalik itu, dukungan yang besar dan semangat dari orang tua membantu Ridha untuk terus berjuang menyelesaikan tugas akhir ini. Tak lupa juga dukungan secara mental dari teman-teman karena ia mengalami kesulitan saat mencari teman diskusi dalam memahami fenomena BSISO.

Dengan keberhasilan menyelesaikan tugas akhirnya, Ridha berharap penelitiannya dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan peneliti lain yang ingin mendalami dampak fenomena BSISO terhadap kondisi meteorologi di Indonesia. Ridha juga berpesan kepada mahasiswa lain yang sedang menjalani proses tugas akhir untuk tetap semangat dan mencari dukungan dari lingkungan sekitar, baik itu dari dosen pembimbing, teman, maupun keluarga. “Tantangan memang ada, tetapi dengan usaha dan dukungan yang tepat, semuanya bisa dilewati,” pungkasnya.